SOSOK PEREMPUAN YANG MEMILIKI CERITA BAGI INDONESIA

Sosok perempuan, merupakan cerita menarik yang akan terus dibahas hingga akhir zaman kelak. Tuhan menciptakan makhluk bernama “perempuan” sebagai salah satu perhiasan dunia, yang mampu menjadi penyejuk, penyemangat, pemberdaya dan perusak. Sosok perempuan menjadi kunci keberhasilan bangsa dan Negara, dan sosok perempuan yang menjadi kunci kehacuran tatanan bangsa dan Negara. Maka jelas apabila perempuan memiliki kemampuan yang luar biasa untuk mengubah dunia, dengan cerita yang dimilikinya.

Indonesia memiliki profil perempuan yang luar biasa. Ratu Shima, Sang Penguasa Kalingga. Penguasa Tanah Jawa pada millennium pertama. Berdasarkan prasasti Kalingga dikabarkan bahwa Ratu Shima berhasil menjadi pemimpin yang dicintai dan dipatuhi oleh rakyatnya, karena dirinya memiliki konsistensi yang kuat. Meskipun darah dagingnya yang bersalah maka tak segan – segan, beliau memberi hukuman setimpal kepadanya. Dikisahkan dalam kitab Wangsakerta untuk menguji kejujuran rakyatnya baik dari kalanga wong Cilik maupun pejabat, Rat Shima meletakkan puluhan gram emas dan perak di tengah jalan. Dalam waktu 40 hari jumlah perhiasan tersebut masih tetap, karena tidak ada yang berani mengambilnya. Namun, keesokkan harinya perhiasan – perhiasan tersebut raib. Saat itu juga Ratu Shima langsung menyebar telik sandi untuk mengetahui siapa yang mencuri perhiasan – perhiasan tersebut. Tidak ditemukan siapa yang telah mencurinya. Tak berapa lama kemudian datanglah seorang pelatik kuda Istana, menyampaikan berita dengan penuh ketakutan, dia mengabarkan kalau yang mengambil perhiasan tersebut adalah Sang Putra Mahkota, dengan tegas dan penih rasa geram, Ratu Shima memerintahkan kepada algojo istana untuk memotong tangan Sang Putra Mahkota. Sungguh sebuah contoh yang luar biasa

R.A. Kartini dianggap sebagai pelopor gerakan emansipasi perempuan di Indonesia. R.A. Kartini melakukan tindakan progresif pada waktu itu dengan membentuk lembaga pendidikan khusus perempuan. Meskipun anak Bupati, R.A. Kartini hanya diperkenankan untuk sekolah sampai tingkat E.L.S. saja atau setara dengan pendidikan dasar. Kemudian dia dipingit seperti layaknya perempuan Jawa pada umumnya. Keadaan ini tentu membuatnya sedih. Hal tersebut semakin didukung dengan keadaan lingkungan yang tidak berkompromi tentang pentingnya pendidikan bagi perempuan. Kartini terdorong untuk melanjutkan sekolah agar bisa menjadi guru professional, dia sebenarnya mendapatkan beasiswa dari pemerintah Belanda untuk melanjutkan sekolah di negeri Belanda, namun dia dilarang oleh orang tuanya, sehingga kemudian Kartini dinikahkan dengan Raden Adipati Joyodiningrat, seorang Bupati di Rembang. Sebelum menikah Kartini telah mendirikan sekolah khusus untuk perempuan. Sekolah ini mengajarkan tentang membaca, menulis, berhitung dan ketrampilan. Sekolah ini tidak dipungut biaya sama sekali. Setelah menikah, cita – cita tersebut masih kuat, sehingga dia juga mendirikan sekolah di Rembang. Namun, ketika usianya menginjak usia 25 tahun, hidup R.A. Kartini berakhir seiring dengan lahirnya anak pertama. Kepergian R.A.Kartini telah membawa semangat yang luar biasa bagi kelangsungan hidup perempuan Indonesia. Dirinya telah menjadi pelopor pendidikan bagi perempuan Indonesia.

Warga Muhammadiyah mengenal Nyai Siti Walidah, istri K.H. Ahmad Dahlan. Bersama dengan K.H. Ahmad Dahlan, beliau merintis berdirinya organisasi perempuan pertama di Indonesia. Nyai Siti Walidah tidak pernah merasakan bangku pendidikan sekolah formal. Tapi pergaulan suaminya yang luas, membuatnya tergerak untuk berkenalan dan belajar bersama orang – orang yang memiliki peran luar biasa dalam mendirikan bangsa Indonesia ini, seperti Jenderal Soedirman, Bung Tomo, Bung Karno, dan Kiai Haji Mas Mansyur. Dari merekalah Nyai Dahlan lahir sebagai perempuan dengan wawasan yang luas. Dikala mengisi pengajian perempuan, beliau tidak hanya memberikan wawasan keagamaan saja, beliau juga berbagi pengetahuan tentang kondisi sosial bangsa Indonesia saat itu. Kelompok pengajian ini kemudian dikenal dengan nama “Sopo Tresno” berdiri selang dua tahun setelah Muhammadiyah berdiri yaitu tahun 1914, dan pada tahun 1923 berganti nama menjadi Aisyiyah. Dalam bidang pendidikan, Nyai Dahlan mengembangkan pemikiran bahwa perempuan memiliki hak yang sama dengan laki – laki untuk mendapatkan pendidikan setinggi – tingginya. Pada waktu itu beliau berani menentang tradisi kawin paksa bagi perempuan Jawa. Pembaharuan yang telah dilakukan oleh Nyai Dahlan saat itu tentu mendapatkan respon negatif, terutama dari golongan tua. Namun, beliau tetap progresif dan pantang menyerah.

Tidak hanya mereka saja, perempuan – perempuan yang telah memberikan kontribusinya memperjuangkan kesetaraan hak antara kaum laki – laki dan perempuan terutama di bidang pendidikan dan ruang sosial. Masih ada Cut Nyak Dien, dengan semangat luar biasa memimpin rakyatnya mempertahankan tanah Aceh dari upaya penguasaan Belanda. Rahmah El-Yunusiah, pejuang kaum perempuan dari Padang Panjang Sumatra Barat. Pada tanggal 1 November 1923, beliau mendirikan madrasah diniyah putri. Disini beliau membuat kurikulum perpaduan antara pendidikan formal dan pendidikan agama. Dalam usahanya membangkitkan semangata perempuan untuk belajar, beliau melebarkan sayap dengan mendirikan sekolah Diniyah untuk putri di Kwitang dan Tanah Abang Jakarta.

Mereka adalah perempuan Indonesia yang memiliki cerita tentang gerakan perempuan pada masanya. Bahwasannya semangat kesetaraan gender antara laki – laki dan perempuan telah dimiliki sejak milenium pertama bangsa ini lahir. Mereka bergerak dalam ranah konsentrasi yang dimilikinya. Tidak ada keluhan dan tidak ada kegelisahah, yang terpatri di hati – hati mereka adalah perjuangan tanpa henti, bahwa kaum perempuan juga memiliki cerita untuk mengubah dunia.

Tentu saja bukan hanya mereka yang memiliki cerita. Masih banyak perempuan – perempuan Indonesia yang memiliki cerita sehingga dari tangan – tangan lembut mereka lahirlah generasi yang luar biasa, yang turut serta mewarnai dunia. Perempuan – perempuan yang bergerak di akar rumput inilah, pejuang kemanusiaan yang sebenarnya. Tanpa pamrih mereka meluangkan waktu, tenaga dan pemikirannya bagi orang – orang yang ada di sekelilingnya.

Perempuan masih banyak memiliki cerita

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>